Permasalahan sertifikat ganda dalam kepemilikan tanah menjadi isu signifikan dalam sistem pertanahan nasional, terutama di Kabupaten Kediri. Alih-alih memberikan kepastian hukum, keberadaan sertifikat ganda justru memicu konflik agraria yang berkepanjangan. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh urgensi perlindungan hukum terhadap pemilik sah dan kebutuhan akan perbaikan administrasi pertanahan. Penelitian bertujuan untuk mengkaji dampak yuridis dari sertifikat ganda terhadap hak milik atas tanah serta mengevaluasi efektivitas penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh BPN.

Metodologi yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, yang menggabungkan analisis dokumen hukum dengan wawancara lapangan terhadap pejabat pertanahan dan masyarakat terdampak. Fokus analisis ditujukan pada implementasi Pasal 34 ayat (3) Permen ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020 dalam konteks penyelesaian konflik sertifikat ganda.

Temuan menunjukkan bahwa sertifikat ganda menimbulkan ketidakpastian hukum, memperbesar potensi konflik sosial, dan merugikan aspek ekonomi warga. Studi kasus Sumarti vs. Sumirah menegaskan bahwa sertifikat yang terbit lebih awal memiliki kekuatan hukum lebih kuat sesuai prinsip prior tempore potior jure. Proses mediasi di BPN dinilai cukup membantu, meskipun pada banyak kasus litigasi tetap menjadi jalur utama untuk penyelesaian final.

Sebagai simpulan, fenomena sertifikat ganda menandakan perlunya pembenahan menyeluruh dalam sistem pertanahan, termasuk pembaruan regulasi, digitalisasi data, serta peningkatan akuntabilitas kelembagaan. Penelitian ini menawarkan perspektif hukum agraria yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan kebijakan pencegahan dan penyelesaian konflik pertanahan.

Kata Kunci: Sertifikat Ganda, Hak Atas Tanah, Konflik Agraria, Kepastian Hukum, Penyelesaian Sengketa.