Penelitian ini membahas tentang bagaimana pertanggungjawaban hukum bagi pelaku pembunuhan yang mengidap skizofrenia/ gangguan mental. Banyaknya keresahan masyrakat tentang pembunuhan yang dilakukan oleh orang dalam gangguan jiwa, membuat peneliti tertarik akan bagaimana pertanggungjawaban hukumnya. Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana pada Pasal 44, menekankan tentang alasan pemaaf kepada pelaku pembunuhan dengan gangguan jiwa untuk menghapuskan kesalahannya dan menghapuskan segala bentuk sanksi pidana. Isi dalam Pasal 44 membuahkan sanksi tindakan bagi pelaku pidana yang mengidap gangguan jiwa, sehingga menimbulkan double track system. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang perbedaan putusan hakim antara putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No.150/Pid.B/2024/PN Jkt.Brt dengan putusan Pengadilan Negeri Cikarang No.103/Pid.B/2024/PN Ckr yang memiliki perbedaan putusan dengan perbuatan melawan hukum yang sama yaitu pembunuhan dengan pelaku pengidap Skizofrenia Panaroid/ Gangguan jiwa berat. Metode penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan cara membaca dan mengkaji putusan Pengadilan Negeri dan Jurnal Jurnal yang berkaitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasal 44 membuat 2 penafsiran hukum, yaitu sanksi tindakan bagi pelaku dengan memasukkan ke dalam rumah sakit jiwa atu terkena sanksi pidana. Dengan adanya pembaharuan hukum memungkinkan lebih tegasnya tentang bagaimana pertanggungjawaban hukum bagi pelaku tindak pidana yang mengidap Skizofrenia, dalam UU terbaru No.1 tahun 2023.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Hukum, Skizofrenia, Gangguan Jiwa, Putusan Pengadilan, Kewenangan Hakim.